Di kehidupan remaja masa kini, lagu galau bener2 menjadi tren yang tidak dapat dihilangkan. Sudah bertahun-tahun mendengarkan lagu galau menjadu sebuah kebiasaan. Tua, muda, miskin, kaya, sekolahnya mbolosan, muka yang gak jelas sampe muka yang gak jelas, semua ndengerin lagu galau. Apalagi habis mengalami persitiwa besar macam “putus”, “selingkuh”, “dikhianati”, and many more (dapatkan di toko kaset terdekat). Frekuensi mendengarkan lagu galau yang biasanya 5 kali sehari jadi 50 kali sehari dengan pengulangan pada tiap lagunya yang banyak banget. Sebenernya nggak masalah ndengerin lagu galau, tapi ternyata ada sebuah efek negatif dari lagu galau. Lho? lagu kok bisa berbahaya?
Musik merupakan pisau bermata dua (menurut saya). Di sisi yang positif, pisau bisa memotong berbagai benda yang kita ingin potong. Musik bisa menjadi sebuah hiburan. Ketika kita sedang stress gara2 ulangan jelek, bisa ndengerin musik. Pas lagi olahraga, bisa ndengerin musik biar lebih semangat. Pas lagi belajar, bisa ndengerin musik biar cepet paham dengan yang dibaca. Tentunya, dengan genre musik yang sesuai. Nggak mungkin kita nyetel lagu AOOAOAUOAOAOAOA (baca : scream) pas lagi belajar. Bisa-bisa yang masuk ke otak bukan pelajarannya. Tapi hape yang dibuat nyetel. kok bisa? ya bisa. Barusan kan guyonan. Lanjut
Tapi, musik bisa menimbulkan efek negatif. Musik yang menghentak-hentak bisa menaikkan semangat orang beberapa kali lipat. Tentunya, ini bahaya kalo dipake buat hal yang negatif, kayak nyundul atap atau nyundul temen. Oke. Ini bahaya sebab ketika semangat orang tinggi2nya, kemampuan berpikirnya agak menurun. Liat konser2 musik coba. Banyak yang tawuran kan? dan rata2 yang tawuran pas lagu yang “jedub jedub” disetel.